Memperhatikan geliat dinamika musikalitas masyarakat Indonesia terlebih khusus yang berdomisili di Mesir, maka nampak era hingar bingar seolah tidak lagi menjadi dominan terdengar dari tape, radio, media player dan setiap perangkat elektronik apapun yang menyokong perindustrian musik Indonesia. Karakteristik lagu yang sedang melenakan telinga penikmat musik
Namun berbicara tentang musik itu sendiri tidak terlepas dari selera. Semuanya bagus jika dipandang dari segi jenis lagu macam apa yang disukai oleh setiap individu manusia. Bahkan bagi mereka yang tidak punya latar belakang pemusik atau sekedar pemerhati musik, mereka pun mampu mengatakan lagu mana yang bagus menurut mereka, dikarenakan tolak ukurnya berdasarkan selera. Dan itu sah-sah saja.
Tetapi bagaimanapun juga pengkategorian jenis aliran musik tetap bersandar pada pakem yang sudah ada. Boleh jadi ada sebuah kelompok musik yang mengatakan jenis musik mereka beraliran progressive. Entah rock progresif, pop progressif, dangdut progressif atau kemungkinan bisa mengaliansikan semuanya (Pop-Rock, Jazz-Blues, dll), yang pasti dalam keragaman dunia musik memang telah ada pengkotakkan kategori jenis musik.
“Tuhan,
Namun bagaimana jika kita berbicara tentang nasyid? Barang baru itu tiba-tiba mencuat di penghujung tahun 90-an, diusung oleh beberapa komunitas golongan Islam radikal reaksioner dengan alasan memperkenalkan jenis musik rohani yang bernafaskan Islam, disamping secara eksplisit dibelakang, mereka menuding aktifitas bermusik yang sudah ada adalah budaya yang salah (baca:haram) karena menggunakan berbagai macam alat musik, terutama yang dipetik dan ditiup sesuai dengan dalih tekstual keagamaan yang dijadikan landasan oleh mereka.
Otomatis pengenalan nasyid di
Hal mengenai definisi nasyid yang masih samar diamini oleh seorang Agus Idwar, mantan personel nasyid Snada yang sudah lama
Kalau memang inti dari definisi nasyid adalah musik yang bertema keimanan, sebenarnya melihat perkembangan aliran musik rohani di tanah air, jauh sebelum deklarasi nasyid bergulir, grup musik Bimbo telah mengawalinya terlebih dahulu. Terbukti substansi lirik lagu mereka sangat bernuansa Islam serta membawa pesan agama. Jangankan Bimbo, lirik lagu semacam Fade to black-nya Metallica jelas mengingatkan pendengarnya terhadap kematian, toh grup-grup musik seperti mereka di atas tetap eksis membawakan lagu bertema keimanan, humanis, dan keagungan Tuhan yang secara substansial Islami tanpa harus memolesnya dengan kata berbau arabisme, Nasyid. Dimana justru dengan memakai kata nasyid terdapat makna pencarian jati diri dari suatu golongan yang menginginkan eksklusifitas mereka di atas semua pakem jenis aliran musik yang telah ada.
Ketidakjelasan pengertian nasyid di
Hal ini yang tidak dipunyai oleh nasyid
Mereka meninggalkan idealisme awal mengenai definisi nasyid mereka sendiri. Namun herannya mengapa masih memakai kata nasyid, padahal sebagaimana yang dikatakan Agus, bahwa tujuan nasyid menyelaraskan tuntutan masyarakat adalah agar dapat diterima khayalak, baik dari golongan yang bukan muslim sebagaimana di Malaysia
Ketidakselarasan antara tujuan sosialisasi nasyid dengan definisinya semakin bertambah merancu ketika Agus memberikan syarat bagi pelantun nasyid, “Siapapun boleh menyampaikan ayat-ayat Allah meski dengan cara yang berbeda-beda. Kedua, nasyid itu harus lengkap, lirik yang religius harus diimbangi dengan pembawaan dan perilaku yang religius pula dari pelantunnya. Makanya amatlah ditekankan kepada mereka yang berkecimpung dalam seni nasyid mesti punya kesadaran keagamaan. Adapun syarat minimalnya adalah lirik yang dibawakan bernuansa agamis, penampilan Islami serta karakter si pelantun yang juga harus sesuai nilai-nilai Islam.”
Akan tetapi untungnya kondisi seperti ini masih diimbangi dengan adanya beberapa grup musik Indonesia seperti contoh; GIGI, Bimbo, Crossbottom sampai musisi sekelas Iwan Fals yang tetap menaruh perhatian lebih terhadap jenis musik rohani dan menyanyikannya tanpa harus menciptakan polesan-polesan yang sebenarnya tidak berbeda dengan pakem dunia musik yang sudah ada.
Ketika Dewa Budjana yang notabene beragama Hindu, ditanya mengenai keterlibatannya dalam album GIGI, Raihlah kemenangan, beliau menjawab, “Jika untuk bermusik, mengapa tidak, saya pikir album itu adalah suatu bentuk apresiasi kita dalam jenis aliran musik rohani.”
Ya, apapun bunyi yang mempunyai irama, nada serta intonasi adalah musik, dan musik memang salah satu jalan upaya menyatukan umat manusia, bukan sarana mengangkat kembali isu SARA.

Posting Komentar